Home » » Kedatangan Cheng Ho Ke Nusantara

Kedatangan Cheng Ho Ke Nusantara

Written By Anggi Dungita Putri on Thursday 18 August 2011 | 08:47


Laksamana Cheng Ho sebagai seorang Muslim yang saleh telah banyak mengadakan kegitan agama Islam baik di negerinya sendiri maupun orang lain selama dalam perjalanan mengemban misi perdamaian dan persahabatan. Sebagai laksamana yang menganut agama Islam, Cheng Ho sudah pasti mengambil inisiatif untuk menyebarkan agama Islam di Negara-negara yang dukunjunginya. Dalam hal ini, peran Cheng Ho sangat besar bagi perkembangan dan penyebaran Islam, tidak terkecuali di Indonesia yang daerah-daeranya banyak dikunjungi selama 7 kali pelayarannya.
Kunjungan muhibah Cheng Ho ke Indonesia terjadi pada enam abad yang lalu, namun kisahnya masih segar dan menarik di kalangan masyarakat Indonesia. Cerita-cerita yang tersiar dari mulut ke mulut, generasi ke generasi mencerminkan rasa hormat penduduk setempat sehubungan dengan jasa Cheng Ho dalam memajukan persahabatan antara bangsa Indonesia dengan bangsa Tionghoa. Di Indonesia banyak sekali peninggalan Cheng Ho, sehingga menjadi legenda yang realistis.
Pembicaraan mengenai perjalanan muhibah Cheng Ho ke beberapa Negara terutama Nusantara sebetulnya memang sangat menarik. Hanya saja sejarah Indonesia sedikit sekali yang menampilkan tokoh ini, seperti dalam buku Ssejarah Indonesia II yang menuliskan, “pada tahun 1405 Cheng Ho memimpin sebuah armada perutusan ke Jawa, pada tahun berikutnya ia menyaksikan ke dua raja Majapahit tersebut saling berperang. Dalam peran saudara antara keluarga Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi telah menyebabkan ikut terbunuhnya 170 orang anggota rombongan Cheng Ho” (Marwati Djonet dan Nugroho( 1993), 440 : 441). Padahal peranan Cheng Ho begitu besar dalam misi persahabatan dan menyebarkan Islam di Nusantara.
Di samping itu, kedatangan armada Cheng Ho ke daerah-daerah yang disinggahi telah memberikan kemajuan dalam berbagai bidang seperti, bercocok tanam, alat bajak dari besi, berternak, berdagang, seni ukir, seni bangunan/arsitertur, dan seni budaya lainnya. Bahkan jangan dilupakan bahwa sampai sekarang pun yang memanfaatkan hasil ilmu pengetahuan dari Tiongkok untuk meningkatkan kesejarteraan bangssa, seperti tahu, taucho, taoge, kembang tahu, mie, bihun, kuetiau, kecap, ragi, bakpao, baso, bakpia, capcay, proses fermantasi, kertas, tenun, kain sutra, keramik, porselen, guci dari tanah, kembang api, mercon, dan lain-lain. Oleh karena itulah, pentingnya mengangkat kembali sejarah yang tenggelam untuk gbnerasi yang akan dating supaya mereka dapat mengetahui bahwa pada tahun 1405-1433 telah tujuh kali Cheng Ho berlayar ke Indonesia dalam misi persahabatan, agar dapat dikembangakan untuk persatuan bangsa yang makmur adil, serta adil yang makmur.
Semantara Cheng Ho singgah di Kerajaan Samudra Pasai dengan memimpin tidak kurang dari 208 kapal. Peninggalan Cheng Ho di daerah ini berupa berupa loncebg raksasa bernama Cakradonya. Sekarang lonceng ini di gantung dan diletakkan pada bagian paling depan dari museum Banda Aceh. Rombongan armada Cheng Ho melanjutkan perjalanan ke sebelah barat samudera pasai. Tibalah Cheng Ho di kerajaan Nakur yang menghadap laut Kambri. Kerajaan Nankur merupakan suatu kerajaan kecil dengan jumlah penduduk lebih dari seribu kepala keluarga serta dengan tanah garapan yang amat terbatas, sehingga hasil bumi yang terkenal pun tidak dimiliki. Pegunungan disana cukup luas. Bahasa dan kebiasaan penduduk seperti juga seperti di Kerajaan Samudera Pasai dengan adat istiadat yang sederhana dan baik.
Setelah beberapa hari di Kerajaan Nankur rombongan armada Cheng Ho berlayar melalui bagian barat, hingga sampailah di pelabuhan Palembang. Daerah Palembang sebelah timurnya adalah Jawa, sedangkan sebelah baratnya adalah Malaka dan sebelah selatan serta utaranya masing masing terdapat gunung tinggi dan laut luas. Jika ingin masuk ke dalam pelabuhan, perlu memakai kapal kecil. Di Palembang terdapat Sungai Musi. Sementara itu, pada masa dahulu di Palembang berdiri Kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, pada saat Cheng Ho singgah di Palembang, daerah tersebut telah dikuasai Kerajaan Majapahit.
Di Pulau Bangka Cheng Ho singgah pula di daerah itu terbukti adanya Klenteng Sam Poo Kong, namun masih simpang siur tentang berita itu. Di Tanjung ketapang, dari tempat itu Cheng Ho singgah di Bau Bo Li/Toboali. Toboali merupakan kebun tebu (tobo berarti tebu—kepunyaan Ali). Dari Toboali masuk kedalam kurang lebih 3 km terdapat bukit Durian/Liu Lien San. Disamping itu, dekat bukit Durian terdapat pantai yang berjarak kurang lebih 2 km adalah Pantai Tanjung Ketapang.
Ketika Cheng Ho singgah di Bukit Durian, pada saat itu bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Sebagai seorang Muslim yang taat, Cheng Ho pun melaksanakan ibadah puasa. Jika siang hari ia makan, tetapi pada malam hari ia makan. Saat itu juga sedang musim durian. Cheng Ho mengajarkan kepada penduduk bagaimana caranya makan buah durian. Setelah selesai makan durian, kulit buah durian diisi air kemudian air itu diminum. Hal ini berfungsi untuk menghilangkan panas dalam. Inilah legenda dari Pulau Bangka yang masih di ingat oleh penduduk setempat dan menjadi legenda hingga sekarang.
Perjalanan kemudian dianjutkan ke Sunda Kelapa dan berlabuh di Tanjung Mas (Ancol). Daerah tersebut pada zaman dahulu merupakan hutan berawa. Didekat Ancol terdapat pelabuhan Bintang Mas, saat ini bernama Pelabuhan Tanjung Priok. Pada saat Cheng Ho turun ke darat, banyak awak kapalnya juga turut serta, tidak tekecuali si juru masak Sam Poo Soei Soe. Ketika menonton pertunjukan ronggeng lokal, Sam Poo Soei Soe terpesona dengan dan terpikat oleh gadis Betawi yang sedang menari yang bernama Sitiwati. Cinta Sam Poo Soei Soe memperoleh balasan sehingga ketika rombongan armada Cheng Ho berangkat meninggalkan Ancol menuju ke Muara Jati, Cirebon, Sam Poo Soei So memutuskan untuk tetap tinggal di Ancol dan menikahi Sitiwati hingga ahir hayatnya.
Daftar pelayaran Cheng Ho
Pelayaran
Waktu
Derah yang dilewati
Pelayaran ke-1
1405-1407
Champa,Jawa,Palembang,Malaka,Aru,Sumatra,Lambri,Ceylon,Kollam,Cochin,
Calicut
Pelayaran ke-2
1407-1408
Champa,Jawa,Siam,Sumatra,Lambri,Calicut,Cochin,Ceylon.
Pelayaran ke-3
1409-
1411
Champa,Java,Malacca,Sumatra,Lambri,Kaya,Coimbatore,Pittanpur
Pelayaran ke-4
1413-1415
Kelantan,Aru,Lambri,Hormuz,Maladewa,Mogudishu,Brawa,Malindi,Aden,Muscat,Dhufar
Pelayaran ke-5
1416-
1419
Lambri,Ceylon,Sharwayn,Cochin,Calicut,Hormuz,Maldives,Moghadisu,Brawa,Malindi,Aden
Pelayaran ke-6
1421-1422
Hormuz,Afrika Timur,Negara-negara di Jazirah Arab
Pelayaran ke-7
1430-1433
Champa,Java,Palembang,Malacca,Sumatra,Ceylon,Clicut,Hormuz.
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang China Samudera Barat ( Samudera Indonesia).Ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke China termasuk raja Alagonakkara dari Sri Lanka yang dating darai China untk meminta maaf pada kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir,yang diyakini sebagai pelayaran terjauh,sayangnya dihancurkan oleh kaisar dinasti Ching.
Pada tahun 1424,kaisar Yongi wafat.Penggantinya,kaisar Yongxi(berkuasa tahun 1424-1425,memutuskan untuk mengurangi pengaruh Kasim dilingkungan kerajaan.Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang China Samudera Barat ( Samudera Indonesia).Ia membawa hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke China termasuk Raja Alaganokkar dari Sri Lanka,yang datang ke China untuk meminta maaf kepada kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir,yang diyakini sebagai pelayaran terakhir,yang diyakini sebagai pelayaran terjauh,akan tetapi sayangnya dihancurkan oleh kaisar Dinasti Ching
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali.Ketika Samudera Pasai di Indonesia selama tujuh kali.Ketika ke Samudera Pasai,ia memberi lonceng raksasa (Cakra Donya) kepada Sultan Aceh,yang kini tersimpan di meseum Banda Aceh.
Tahun 1415 ,Cheng Ho berlabuh di Muara Jati dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon.Salah satu peninggalannya,sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon. Cheng Ho sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Wikramawardhana.
B. Maksud Dan tujuan Pelayaran Cheng Ho ke Samudra Barat
Kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho berlayar ke Samudra Barat, maksud dari kaisar Zhu Di adalah agar pengaruh politik kerajaan Ming meluas. Politik diplomatiknya yang kongkret dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pertama, menjalankan politik kerukunan dan persahabatan dengan Negara-negara asing. Sebagai bukti, pada tahun Yong Le (tahun 1403) oleh kaisar Ming dikirim utusan persahabatan ke Kore, Champa, Siam, Kamboja, Jawa, dan Sumatera, dengan membawa sutera dewangga berbenang emas, dan lain-lain sebagai cindera mata.
Kedua, penduduk sepanjang pantai Tiongkok dilarang merantau ke luar negeri tanpa mendapat izin. Maksudnya antara lain agar perompak-perompak Jepang yang sering menganggu keamanan pantai Tiongkok menjasi terpencil
Ketiga, Mendorong perniagaan antara Tiongkok dengan Negara-negara asing temasuk di Nusantara.
Berdasarkan politik luar negeri tersebut kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho untuk memimpin pelayaran ke Samudera Barat. Karena Zhu Di kawatir jika mantan kaisar itu masih hidup dan mengadakan restorasi di kemudian hari. Akan tetapi yang terahir itu bukan tujuan utama pelayaran Cheng Ho. Sudah jelas bahwa pelayaran Cheng Ho bukan bermaksud untuk ekspansi atau agresi. Armada Cheng Ho tak pernah menduduki sejengkal tanah pun dari negeri asing. Kenjungan Cheng Ho dan awaknya senantiasa mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negeri yang dukunjungi.
Mengingat sering munculnya bajak laut dalam perjalanan pelayaran maka armada Cheng Ho dilengkapi dengan kapal penggempur di awak kapal yang bersenjata. Tujuh kali pelayaran Cheng Ho pernah disebut sebagai “ekspedisi Cheng Ho ke barat” atau “ekspedisi Cheng Ho ke Samudra Barat” dan lainnya. Pelayaran-pelayaran Cheng Ho ke Samudra Barat merupakan kegiatan pemerintah dan istana Tiongkok untuk mengadakan perniagaan langsung dengan Negara-negaa seberang laut. Dapat dikatakan bahwa Cheng Ho adalah utusan politik kerajaan Tiongkok dinasti Ming, yang sekaligus merangkap utusan perdagangan.
C. Latar Belakang Pelayaran Cheng Ho
Syarat atau latar belakang sejarah yang memungkinkan pelaksanaan pelayaran Cheng Ho, antara lain :
Syarat yang pertama ialah kesatuan dan kekuatan Dinasti Ming. Perdagangan dengan luar negeri baru mungkin dilakukan berdasarkan perekonomian kerajaan Ming yang cukup kuat. Dan pelaksanaan Cheng Ho pun mendapat dasar metrial yang baik.
Syarat yang kedua ialah terjalinnya hubungan yang erat antara Tiongkok dengan Negara-negara Asia-Afrika dalam jangka waktu lama.
Syarat ketiga ialah kepandaian membuat kapal pada masa itu sudah amat maju. Kepandaian membuat kapal dan pelayaran di Tiongkok sudah cukup tinggi. Dikapal tersedia pula peta laut, dan kompas, disamping buku yang berisi pengalaman pelayaran awak kapal Tiongkok ke luar negeri pada masa silam. Semua fasilitas tersebut telah memudahkan jalan untuk pelayaran Cheng Ho yang bersejarah.
Konon kabarnya di pantai Pulau Bangka terdapat sebuah batu besar yang diatasnya ada lekuk serupa bekas telapak kaki cheng ho ketika berdiri di atas batu.Tidak jauh dari batu itu terdapat sepotong tonggak itu tempat untuk menambatkan kapal dan pernah pula dipakai oleh cheng ho untuk menambatkan kapalnya.
Satu cerita lagi yang tidak kalah menariknya ialah : pada tahun 1414 dalam rangka kunjungan Cheng Ho ke Jawa Barat,Fe Xin datang ke Sunda Kelapa yang rajanya pada saat itu bernama Prabu Banyak Catra.Kerajaan ini di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.Dengan dibantu oleh Fe Xin,sunda kelapa berhasil menyelamatkan diri dari ancaman Kambratan Naga Hitam yang berpangkalan di Capamugas,yang disebut sebagai”Teluk Naga”.Sebenarnya Fe Xin tidak pernah singgah di Jawa pada tahun 1414karena tidak ikut dalam pelayaran Cheng Ho ke-3 dan ke-7 menurut literatur Tiongkok.Menurut Hai Dao Yi Zhi,buah durian juringnya sebesar telur,berwarna putih dan berbiji,baunya tajam merangsang.Banyak keturunan Tionghoa di Nusantara mula-mula tidak menyukai buah durian karena baunya.Ketika Cheng Ho berkunjung ke daerah-daerah di Nusantara,kebetulan wabah sedang mengganas .Orang yang terkena wabah minta pertolongan Cheng Ho.Kemudian Cheng Ho pun mengajari mereka untuk menjadikan buah durian sebagai obat.Hasilnya sungguh mujarab.
Share this article :

+ comments + 1 comments

11 February 2020 at 22:51

tulisan yang sangatmenarik, terimaksi penulis.

Post a Comment

Kedatangan Cheng Ho Ke Nusantara


Laksamana Cheng Ho sebagai seorang Muslim yang saleh telah banyak mengadakan kegitan agama Islam baik di negerinya sendiri maupun orang lain selama dalam perjalanan mengemban misi perdamaian dan persahabatan. Sebagai laksamana yang menganut agama Islam, Cheng Ho sudah pasti mengambil inisiatif untuk menyebarkan agama Islam di Negara-negara yang dukunjunginya. Dalam hal ini, peran Cheng Ho sangat besar bagi perkembangan dan penyebaran Islam, tidak terkecuali di Indonesia yang daerah-daeranya banyak dikunjungi selama 7 kali pelayarannya.
Kunjungan muhibah Cheng Ho ke Indonesia terjadi pada enam abad yang lalu, namun kisahnya masih segar dan menarik di kalangan masyarakat Indonesia. Cerita-cerita yang tersiar dari mulut ke mulut, generasi ke generasi mencerminkan rasa hormat penduduk setempat sehubungan dengan jasa Cheng Ho dalam memajukan persahabatan antara bangsa Indonesia dengan bangsa Tionghoa. Di Indonesia banyak sekali peninggalan Cheng Ho, sehingga menjadi legenda yang realistis.
Pembicaraan mengenai perjalanan muhibah Cheng Ho ke beberapa Negara terutama Nusantara sebetulnya memang sangat menarik. Hanya saja sejarah Indonesia sedikit sekali yang menampilkan tokoh ini, seperti dalam buku Ssejarah Indonesia II yang menuliskan, “pada tahun 1405 Cheng Ho memimpin sebuah armada perutusan ke Jawa, pada tahun berikutnya ia menyaksikan ke dua raja Majapahit tersebut saling berperang. Dalam peran saudara antara keluarga Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi telah menyebabkan ikut terbunuhnya 170 orang anggota rombongan Cheng Ho” (Marwati Djonet dan Nugroho( 1993), 440 : 441). Padahal peranan Cheng Ho begitu besar dalam misi persahabatan dan menyebarkan Islam di Nusantara.
Di samping itu, kedatangan armada Cheng Ho ke daerah-daerah yang disinggahi telah memberikan kemajuan dalam berbagai bidang seperti, bercocok tanam, alat bajak dari besi, berternak, berdagang, seni ukir, seni bangunan/arsitertur, dan seni budaya lainnya. Bahkan jangan dilupakan bahwa sampai sekarang pun yang memanfaatkan hasil ilmu pengetahuan dari Tiongkok untuk meningkatkan kesejarteraan bangssa, seperti tahu, taucho, taoge, kembang tahu, mie, bihun, kuetiau, kecap, ragi, bakpao, baso, bakpia, capcay, proses fermantasi, kertas, tenun, kain sutra, keramik, porselen, guci dari tanah, kembang api, mercon, dan lain-lain. Oleh karena itulah, pentingnya mengangkat kembali sejarah yang tenggelam untuk gbnerasi yang akan dating supaya mereka dapat mengetahui bahwa pada tahun 1405-1433 telah tujuh kali Cheng Ho berlayar ke Indonesia dalam misi persahabatan, agar dapat dikembangakan untuk persatuan bangsa yang makmur adil, serta adil yang makmur.
Semantara Cheng Ho singgah di Kerajaan Samudra Pasai dengan memimpin tidak kurang dari 208 kapal. Peninggalan Cheng Ho di daerah ini berupa berupa loncebg raksasa bernama Cakradonya. Sekarang lonceng ini di gantung dan diletakkan pada bagian paling depan dari museum Banda Aceh. Rombongan armada Cheng Ho melanjutkan perjalanan ke sebelah barat samudera pasai. Tibalah Cheng Ho di kerajaan Nakur yang menghadap laut Kambri. Kerajaan Nankur merupakan suatu kerajaan kecil dengan jumlah penduduk lebih dari seribu kepala keluarga serta dengan tanah garapan yang amat terbatas, sehingga hasil bumi yang terkenal pun tidak dimiliki. Pegunungan disana cukup luas. Bahasa dan kebiasaan penduduk seperti juga seperti di Kerajaan Samudera Pasai dengan adat istiadat yang sederhana dan baik.
Setelah beberapa hari di Kerajaan Nankur rombongan armada Cheng Ho berlayar melalui bagian barat, hingga sampailah di pelabuhan Palembang. Daerah Palembang sebelah timurnya adalah Jawa, sedangkan sebelah baratnya adalah Malaka dan sebelah selatan serta utaranya masing masing terdapat gunung tinggi dan laut luas. Jika ingin masuk ke dalam pelabuhan, perlu memakai kapal kecil. Di Palembang terdapat Sungai Musi. Sementara itu, pada masa dahulu di Palembang berdiri Kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, pada saat Cheng Ho singgah di Palembang, daerah tersebut telah dikuasai Kerajaan Majapahit.
Di Pulau Bangka Cheng Ho singgah pula di daerah itu terbukti adanya Klenteng Sam Poo Kong, namun masih simpang siur tentang berita itu. Di Tanjung ketapang, dari tempat itu Cheng Ho singgah di Bau Bo Li/Toboali. Toboali merupakan kebun tebu (tobo berarti tebu—kepunyaan Ali). Dari Toboali masuk kedalam kurang lebih 3 km terdapat bukit Durian/Liu Lien San. Disamping itu, dekat bukit Durian terdapat pantai yang berjarak kurang lebih 2 km adalah Pantai Tanjung Ketapang.
Ketika Cheng Ho singgah di Bukit Durian, pada saat itu bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Sebagai seorang Muslim yang taat, Cheng Ho pun melaksanakan ibadah puasa. Jika siang hari ia makan, tetapi pada malam hari ia makan. Saat itu juga sedang musim durian. Cheng Ho mengajarkan kepada penduduk bagaimana caranya makan buah durian. Setelah selesai makan durian, kulit buah durian diisi air kemudian air itu diminum. Hal ini berfungsi untuk menghilangkan panas dalam. Inilah legenda dari Pulau Bangka yang masih di ingat oleh penduduk setempat dan menjadi legenda hingga sekarang.
Perjalanan kemudian dianjutkan ke Sunda Kelapa dan berlabuh di Tanjung Mas (Ancol). Daerah tersebut pada zaman dahulu merupakan hutan berawa. Didekat Ancol terdapat pelabuhan Bintang Mas, saat ini bernama Pelabuhan Tanjung Priok. Pada saat Cheng Ho turun ke darat, banyak awak kapalnya juga turut serta, tidak tekecuali si juru masak Sam Poo Soei Soe. Ketika menonton pertunjukan ronggeng lokal, Sam Poo Soei Soe terpesona dengan dan terpikat oleh gadis Betawi yang sedang menari yang bernama Sitiwati. Cinta Sam Poo Soei Soe memperoleh balasan sehingga ketika rombongan armada Cheng Ho berangkat meninggalkan Ancol menuju ke Muara Jati, Cirebon, Sam Poo Soei So memutuskan untuk tetap tinggal di Ancol dan menikahi Sitiwati hingga ahir hayatnya.
Daftar pelayaran Cheng Ho
Pelayaran
Waktu
Derah yang dilewati
Pelayaran ke-1
1405-1407
Champa,Jawa,Palembang,Malaka,Aru,Sumatra,Lambri,Ceylon,Kollam,Cochin,
Calicut
Pelayaran ke-2
1407-1408
Champa,Jawa,Siam,Sumatra,Lambri,Calicut,Cochin,Ceylon.
Pelayaran ke-3
1409-
1411
Champa,Java,Malacca,Sumatra,Lambri,Kaya,Coimbatore,Pittanpur
Pelayaran ke-4
1413-1415
Kelantan,Aru,Lambri,Hormuz,Maladewa,Mogudishu,Brawa,Malindi,Aden,Muscat,Dhufar
Pelayaran ke-5
1416-
1419
Lambri,Ceylon,Sharwayn,Cochin,Calicut,Hormuz,Maldives,Moghadisu,Brawa,Malindi,Aden
Pelayaran ke-6
1421-1422
Hormuz,Afrika Timur,Negara-negara di Jazirah Arab
Pelayaran ke-7
1430-1433
Champa,Java,Palembang,Malacca,Sumatra,Ceylon,Clicut,Hormuz.
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang China Samudera Barat ( Samudera Indonesia).Ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke China termasuk raja Alagonakkara dari Sri Lanka yang dating darai China untk meminta maaf pada kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir,yang diyakini sebagai pelayaran terjauh,sayangnya dihancurkan oleh kaisar dinasti Ching.
Pada tahun 1424,kaisar Yongi wafat.Penggantinya,kaisar Yongxi(berkuasa tahun 1424-1425,memutuskan untuk mengurangi pengaruh Kasim dilingkungan kerajaan.Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang China Samudera Barat ( Samudera Indonesia).Ia membawa hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke China termasuk Raja Alaganokkar dari Sri Lanka,yang datang ke China untuk meminta maaf kepada kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir,yang diyakini sebagai pelayaran terakhir,yang diyakini sebagai pelayaran terjauh,akan tetapi sayangnya dihancurkan oleh kaisar Dinasti Ching
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali.Ketika Samudera Pasai di Indonesia selama tujuh kali.Ketika ke Samudera Pasai,ia memberi lonceng raksasa (Cakra Donya) kepada Sultan Aceh,yang kini tersimpan di meseum Banda Aceh.
Tahun 1415 ,Cheng Ho berlabuh di Muara Jati dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon.Salah satu peninggalannya,sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon. Cheng Ho sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Wikramawardhana.
B. Maksud Dan tujuan Pelayaran Cheng Ho ke Samudra Barat
Kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho berlayar ke Samudra Barat, maksud dari kaisar Zhu Di adalah agar pengaruh politik kerajaan Ming meluas. Politik diplomatiknya yang kongkret dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pertama, menjalankan politik kerukunan dan persahabatan dengan Negara-negara asing. Sebagai bukti, pada tahun Yong Le (tahun 1403) oleh kaisar Ming dikirim utusan persahabatan ke Kore, Champa, Siam, Kamboja, Jawa, dan Sumatera, dengan membawa sutera dewangga berbenang emas, dan lain-lain sebagai cindera mata.
Kedua, penduduk sepanjang pantai Tiongkok dilarang merantau ke luar negeri tanpa mendapat izin. Maksudnya antara lain agar perompak-perompak Jepang yang sering menganggu keamanan pantai Tiongkok menjasi terpencil
Ketiga, Mendorong perniagaan antara Tiongkok dengan Negara-negara asing temasuk di Nusantara.
Berdasarkan politik luar negeri tersebut kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho untuk memimpin pelayaran ke Samudera Barat. Karena Zhu Di kawatir jika mantan kaisar itu masih hidup dan mengadakan restorasi di kemudian hari. Akan tetapi yang terahir itu bukan tujuan utama pelayaran Cheng Ho. Sudah jelas bahwa pelayaran Cheng Ho bukan bermaksud untuk ekspansi atau agresi. Armada Cheng Ho tak pernah menduduki sejengkal tanah pun dari negeri asing. Kenjungan Cheng Ho dan awaknya senantiasa mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negeri yang dukunjungi.
Mengingat sering munculnya bajak laut dalam perjalanan pelayaran maka armada Cheng Ho dilengkapi dengan kapal penggempur di awak kapal yang bersenjata. Tujuh kali pelayaran Cheng Ho pernah disebut sebagai “ekspedisi Cheng Ho ke barat” atau “ekspedisi Cheng Ho ke Samudra Barat” dan lainnya. Pelayaran-pelayaran Cheng Ho ke Samudra Barat merupakan kegiatan pemerintah dan istana Tiongkok untuk mengadakan perniagaan langsung dengan Negara-negaa seberang laut. Dapat dikatakan bahwa Cheng Ho adalah utusan politik kerajaan Tiongkok dinasti Ming, yang sekaligus merangkap utusan perdagangan.
C. Latar Belakang Pelayaran Cheng Ho
Syarat atau latar belakang sejarah yang memungkinkan pelaksanaan pelayaran Cheng Ho, antara lain :
Syarat yang pertama ialah kesatuan dan kekuatan Dinasti Ming. Perdagangan dengan luar negeri baru mungkin dilakukan berdasarkan perekonomian kerajaan Ming yang cukup kuat. Dan pelaksanaan Cheng Ho pun mendapat dasar metrial yang baik.
Syarat yang kedua ialah terjalinnya hubungan yang erat antara Tiongkok dengan Negara-negara Asia-Afrika dalam jangka waktu lama.
Syarat ketiga ialah kepandaian membuat kapal pada masa itu sudah amat maju. Kepandaian membuat kapal dan pelayaran di Tiongkok sudah cukup tinggi. Dikapal tersedia pula peta laut, dan kompas, disamping buku yang berisi pengalaman pelayaran awak kapal Tiongkok ke luar negeri pada masa silam. Semua fasilitas tersebut telah memudahkan jalan untuk pelayaran Cheng Ho yang bersejarah.
Konon kabarnya di pantai Pulau Bangka terdapat sebuah batu besar yang diatasnya ada lekuk serupa bekas telapak kaki cheng ho ketika berdiri di atas batu.Tidak jauh dari batu itu terdapat sepotong tonggak itu tempat untuk menambatkan kapal dan pernah pula dipakai oleh cheng ho untuk menambatkan kapalnya.
Satu cerita lagi yang tidak kalah menariknya ialah : pada tahun 1414 dalam rangka kunjungan Cheng Ho ke Jawa Barat,Fe Xin datang ke Sunda Kelapa yang rajanya pada saat itu bernama Prabu Banyak Catra.Kerajaan ini di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.Dengan dibantu oleh Fe Xin,sunda kelapa berhasil menyelamatkan diri dari ancaman Kambratan Naga Hitam yang berpangkalan di Capamugas,yang disebut sebagai”Teluk Naga”.Sebenarnya Fe Xin tidak pernah singgah di Jawa pada tahun 1414karena tidak ikut dalam pelayaran Cheng Ho ke-3 dan ke-7 menurut literatur Tiongkok.Menurut Hai Dao Yi Zhi,buah durian juringnya sebesar telur,berwarna putih dan berbiji,baunya tajam merangsang.Banyak keturunan Tionghoa di Nusantara mula-mula tidak menyukai buah durian karena baunya.Ketika Cheng Ho berkunjung ke daerah-daerah di Nusantara,kebetulan wabah sedang mengganas .Orang yang terkena wabah minta pertolongan Cheng Ho.Kemudian Cheng Ho pun mengajari mereka untuk menjadikan buah durian sebagai obat.Hasilnya sungguh mujarab.

1 comments

  1. herivana Sembiring  

    11 February 2020 at 22:51

    tulisan yang sangatmenarik, terimaksi penulis.

Blogger templates

lt;noscript>Feedjit Live Blog Stats≶/noscript>
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. History Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger